PONTIANAK (KALBAR) || Petanesia.com– Penanganan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Kota Pontianak menuai sorotan tajam. Kuasa hukum korban menilai proses hukum yang ditangani Polda Kalimantan Barat berjalan lamban dan belum memberikan kepastian hukum, sehingga berpotensi merugikan masa depan korban.
Kasus tersebut melibatkan dua terduga pelaku, masing-masing berinisial P yang merupakan kakek kandung korban, serta R yang masih memiliki hubungan kekerabatan.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor: STTLP/B/338/XI/2025/SPKT/POLDA KALIMANTAN BARAT, peristiwa dugaan kekerasan seksual itu disebut terjadi secara berulang dalam rentang waktu Juli hingga Agustus 2025.
Korban yang saat ini berusia 15 tahun tidak hanya mengalami trauma psikologis, tetapi juga harus menghadapi kondisi kehamilan yang diduga merupakan akibat dari perbuatan para terduga pelaku.
Penangguhan Penahanan Dipertanyakan
Kekecewaan keluarga korban semakin mendalam setelah mengetahui adanya penangguhan penahanan terhadap para terduga pelaku.
Alasan kesehatan dan faktor usia yang dijadikan dasar penangguhan dinilai tidak sejalan dengan rasa keadilan, terlebih berdasarkan informasi yang diterima keluarga, para terduga pelaku masih dapat beraktivitas bebas di lingkungan sekitar.
Situasi tersebut menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi korban dan keluarganya, yang merasa tidak memperoleh perlindungan maksimal dari negara.
Kuasa hukum korban, Eka Nurhayati Ishak, SE., SH., MH., menegaskan bahwa perkara ini seharusnya ditangani secara profesional dan proporsional sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Kami meminta penyidik agar menjalankan tugas dan fungsi penegakan hukum secara profesional dan berkeadilan, khususnya dalam perkara kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur,” ujar Eka.
Ia menambahkan, regulasi yang mengatur perlindungan anak dan tindak pidana kekerasan seksual telah secara tegas mengatur sanksi pidana yang berat bagi pelaku.
“Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 serta Undang-Undang TPKS Nomor 12 Tahun 2022 telah menetapkan ancaman pidana minimal lima tahun. Tidak ada ruang untuk perlakuan istimewa bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak,” tegasnya.
Desakan Kepastian Hukum
Eka Nurhayati Ishak mendesak Polda Kalimantan Barat segera mengambil langkah konkret agar perkara tersebut tidak terus berlarut-larut.
“Kami berharap Polda Kalbar segera memberikan kepastian hukum bagi korban. Penundaan yang berlarut berpotensi mencederai rasa keadilan sekaligus kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum,” katanya.
Pihak keluarga korban juga berharap penangguhan penahanan dapat ditinjau kembali dan berkas perkara segera dilimpahkan ke kejaksaan.
Keberadaan terduga pelaku yang masih bebas dinilai menimbulkan tekanan psikologis bagi korban, yang saat ini membutuhkan ketenangan dan perlindungan untuk memulihkan kondisi fisik maupun mentalnya.
(Vio Sari)
