PATI || Petanesia.com – Pembangunan pabrik tas milik PT Fuhua Travel Goods Indonesia di Desa Penambuhan, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menuai sorotan tajam dari warga. Perusahaan manufaktur tas dan aksesoris perjalanan tersebut diduga belum mengantongi izin lingkungan, sementara aktivitas pembangunan terus berjalan.
Advokat Bagas Pamenang dari Law Office Bagas Pamenang mendatangi lokasi proyek pada Sabtu (27/12/2025). Ia menyampaikan bahwa pihaknya telah melayangkan surat permohonan mediasi kepada perusahaan sebagai langkah awal penyelesaian sebelum menempuh jalur hukum.
"Surat ini merupakan upaya awal agar persoalan bisa diselesaikan secara baik-baik. Kami mewakili warga Desa Penambuhan yang merasa sangat terganggu dengan aktivitas pembangunan pabrik yang diduga belum memiliki izin, khususnya izin lingkungan," ujar Bagas kepada awak media.
Bagas menegaskan, warga meminta agar perusahaan melengkapi seluruh perizinan sesuai aturan yang berlaku. Ia menduga kuat pembangunan tersebut menyalahi ketentuan hukum apabila tidak mendapat respons dari pihak perusahaan.
"Jika surat permohonan mediasi ini tidak direspons, maka patut diduga PT Fuhua Travel Goods Indonesia telah melanggar aturan dan menjalankan kegiatan secara ilegal," tegasnya.
Ia juga meminta Pemerintah Kabupaten Pati bersikap tegas dengan melibatkan aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan Negeri (Kejari) Pati dan Pengadilan Negeri (PN) Pati, untuk memantau serta meninjau kelengkapan perizinan proyek tersebut.
"Bagaimana mungkin perusahaan bisa memperoleh izin lain tanpa melalui persetujuan desa? Hingga saat ini, perusahaan belum menunjukkan satu pun dokumen perizinan kepada kami," lanjutnya.
Bagas memberi tenggat waktu 3x24 jam sejak surat mediasi disampaikan agar perusahaan dapat menunjukkan izin-izin yang diminta warga. Jika tidak, pihaknya menyatakan siap menempuh langkah hukum lanjutan.
"Bila izin tidak ditunjukkan, kami akan melanjutkan dengan prosedur hukum. Bahkan ada informasi awal yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi atau penyuapan. Saat ini masih dugaan, namun data-datanya sudah kami simpan," ungkap Bagas.
Ia mengingatkan bahwa seluruh investor, termasuk perusahaan penanaman modal asing (PMA), wajib tunduk dan patuh pada hukum Indonesia.
"Jangan abaikan legalitas hanya demi mempercepat pembangunan," pungkasnya.
Mayoritas Pekerja Diduga WNA
Selain persoalan izin, tim Law Office Bagas Pamenang juga menyoroti keberadaan tenaga kerja asing di lokasi proyek. Dari pantauan di lapangan, sekitar 90 persen pekerja diduga merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal China.
"Para pekerja tersebut tidak dapat menunjukkan identitas, tidak bisa berbahasa Indonesia, bahkan berkomunikasi dengan bahasa Inggris pun terbatas. Hal ini menimbulkan dugaan adanya WNA ilegal,"kata Bagas.
Ia merujuk Pasal 26 dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, yang mewajibkan tenaga kerja asing memiliki kemampuan berbahasa Indonesia atau setidaknya didampingi penerjemah resmi dari perusahaan.
"Jika tidak memiliki keterampilan berbahasa, perusahaan wajib menyediakan translator yang selalu mendampingi pekerja WNA," tegasnya.
Keterangan Kontraktor
Sementara itu, Eko, kontraktor yang menangani pembangunan pabrik, mengaku belum pernah dihubungi langsung oleh pemilik perusahaan.
"Saya di sini sistemnya all-in. Setahu saya, pemilik perusahaan bernama Mr. Le," ujarnya.
Eko menduga perusahaan tersebut legal, namun mengaku tidak mengetahui secara pasti status izin maupun visa pemilik perusahaan.
"Kalau soal visanya untuk liburan atau bekerja, saya tidak tahu," tutupnya. (Ajis/*)
